Kemerdekaan adalah suatu pilihan, sekurang-kurangnya demikianlah yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Kita memilih untuk merdeka, karena kita yakin bahwa kondisi inilah yang memungkinkan kita hidup sebagai manusia dan secara lebih manusiawi. Kita memilih untuk merdeka, karena justru inilah salah satu aspek kemanusiaan kita sebagai makhluk yang diciptakan secitra dengan Allah, yang antara lain berarti mampu mengatur dan bertanggung jawab atas hidup sendiri tanpa selalu melakukan acuan (mohon restu dan mohon petunjuk) kepada penguasa. Kita memilih untuk merdeka sebagai bentuk pengungkapan diri yang paling asasi sebagai makhluk beriman yang bardaulat. Bagi bangsa dan seluruh rakyat Indonesia kemerdekaan dan kebebasan itu pertama-tama dan terutama adalah suatu perjuangan yang tak pernah selesai, seperti Albert Camus pernah mengatakan: “Kebebasan itu bukan hadiah para tiran, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan." Demikianlah pengalaman sejarah kita sebelum proklamasi kemerdekaan dan/maupun selama 50 tahun eksistensi kita sebagai masyarakat, bangsa, dan negara kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat. Pesta emas kemerdekaan ini adalah suatu momentum penting untuk merenungkan kembali nilai-nilai dan ide-ide nasionalisme, sosialisme, kerakyatan, dan kemanusiaan yang telah diperjuangkan oleh tokoh-tokoh pembuat sejarah. Inilah momentum penuh makna untuk mengevaluasi kembali keindonesiaan kita beserta korban-korban pembangunan selama ini. Dan inilah pula momentum paling berarti untuk membaharui dan menyegarkan kembali visi kerakyatan atas dasar keimanan kita menyongsong 50 tahun berikutnya.