Dikotomi Minoritas dan Mayoritas dalam kehidupan bersama bukanlah kodrat atau penciptaan melainkan warna yang wajar. Dikotomi minoritas dan mayoritas lahir dari politik kekuasaan. Mayoritas-Minoritas dijadikan media untuk menjaring simpati rakyat. Akibatnya kebersatuan sebagai hakikat politik kehilangan jati dirinya. Politik sebagai usaha mewujudkan kebaikan bersama (bonum commune) menjadi momok yang menakutkan karena dijadikan alat untuk memperoleh kekuasaan dan menindas yang lemah. Kebijakan politik bukan lagi untuk kepentingan semua orang tetapi kepentingan kelompok atau golongan tertentu.
Bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, golongan, budaya dan agama, dikotomi minoritas-mayoritas mengacam rasa kebersatuan-kesatuan yang telah dibangun oleh para pendiri bangsa. Pasca reformasi isu ini mencuat dengan lahirnya politik identitas dan politik kedaerahan. Hal ini terlihat dari lahirnya para pemimpin populis, berkembangnya politik identitas, eksklusivisme dan etnosentrime yang semakin subur di daerah-daerah, yang berimbas pada kebijakan publik yang lebih berpihak pada kepentingan kelompok dan golongan tertentu. Karena itu, studi tentang minoritas dan mayoritas mendesak untuk dikerjakan sebab membahayakan kelestarian NKRI. Tujuannya memberi peluang dan akses bagi kaum minoritas untuk memperjuangkan hak-haknya. Artinya sistem demokrasi tidak boleh melupakan hak-hak minoritas karena bertentangan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sendiri.