Detail Cantuman
Pencarian SpesifikText
Tutur Tinular 4: Lembah Berkabut
Pada malam yang lain, ketika Arya Kamandanu kembali belajar olah kanuragan pada Mpu Ranubhaya, ia menyampaikan apa yang dialaminya pada gurunya. Mpu Ranubhaya mendengarkan dengan saksama dan pura-pura belum mengerti, bahkan ia menyimpan rapi perihal Hanggareksa yang datang padanya dengan pikiran buruk.
"Wah! Kalau begitu Angger Kamandanu sudah maju dengan pesat, sampai ayahanda sendiri tidak mampu menangkap." Wirot yang ikut mendengarkan penuturan Kamandanu berkomentar kagum. Arya Kamandanu menghela napas, memandang gurunya dan beralih pada Wirot yang mengangguk-angguk.
"Kalau tidak hati-hati saya bisa tertangkap, Paman Wirot. Karena Ayah juga mempunyai ilmu meringankan tubuh.”
“Memang, Aji Seipi Angin bukanlah sembarang ilmu, walaupun tidak jarang pendekar tingkat tinggi yang memilikinya. Jika seorang pendekar sudah menguasai Seipi Angin dengan sempurna, bulat tanpa cacat celanya, maka dia pun langsung menguasai aji Seipi Banyu dan Seipi Geni," jelas Mpu Ranubhaya.
"Seipi Banyu dan Seipi Geni?" tanya Wirot dan Kamandanu berbareng.
"Ya. Dengan Seipi Banyu seorang pendekar bisa berjalan di atas air, sedang Seipi Geni membuat si pendekar tidak mempan termakan kobaran api.”
“Wah, luar biasa pendekar yang sudah menguasai ketiga macam ilmu itu," tukas Arya Kamandanu.
"Menurut sepengetahuanku hanya ada tiga orang manusia yang mempunyai ketiga ilmu itu sekaligus.
Pertama adalah Mpu Sasi, guruku sendiri. Kedua adalah Prabu Seminingrat atau Ranggawuni, dan ketiga adalah Mpu Lunggah.”
“Siapa Mpu Lunggah itu, Paman?" tanya Arya Kamandanu sambil membetulkan posisi duduknya.
"Kakak seperguruanku. Tapi sampai sekarang aku tidak pernah tahu tempat tinggalnya. Dia juga seorang pembuat senjata pusaka. Dia murid paling disayangi oleh guruku, Mpu Sasi. Dalam membuat senjata pusaka dia di bawahku, tapi dalam hal kanuragan dia jauh di atasku.”
“Paman Ranubhaya! Ayah sering kali mengatakan bahwa Paman Ranubhaya adalah sahabatnya paling dekat, apakah Paman juga saudara seperguruan dengan Ayah?”
“Apakah ayahmu tidak pernah menceritakannya?”
“Tidak, Paman. Ayah tidak pernah menceritakannya," jawab Arya Kamandanu sambil memperhatikan Mpu Ranubhaya yang mengerutkan dahinya. Lelaki tua berpakaian compang-camping itu menghela napas dan berkata lirih, "Memang tidak perlu hal itu diceritakan. Tak ada manfaatnya. Lebih baik kau sekarang menekuni ilmu yang kuajarkan berikut ini." Selesai berkata demikian, Mpu Ranubhaya langsung bangkit. Ia melompat ke atas sebuah batu padas di sebelah selatan lempengan batu yang selama ini berfungsi sebagai tempat bersemadi.
Ketersediaan
I16926-C1 | I16926 | My Library | Tersedia |
Informasi Detail
Judul Seri |
-
|
---|---|
No. Panggil |
I16926
|
Penerbit | Kompas Media Nusantara PT. : Jakarta., 2001 |
Deskripsi Fisik |
11 x 17 cm / 103 pg
|
Bahasa |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
9799251702
|
Klasifikasi |
899.221 / TID / t 4
|
Tipe Isi |
-
|
Tipe Media |
-
|
---|---|
Tipe Pembawa |
-
|
Edisi |
-
|
Subjek | |
Info Detail Spesifik |
-
|
Pernyataan Tanggungjawab |
-
|
Versi lain/terkait
Tidak tersedia versi lain