Apa yang tersisa dari raga yang sudah menyatu dengan tanah selain nama dan daftar kekeliruan? Tekadi, koster yang pendiam, sebatang kara, dan adakalanya ndableg itu pulang terlalu pagi. Sebuah penyakit yang tidak sembarangan mengantarnya ke gerbang terakhir. Pengabdiannya pada Gereja yang lebih dari duapuluh tahun pun tidak mampu menambah sedikit panjang perjalanannya ketika Tuhan berkehendak lain. Tetapi siapa sangka, dalam diam dan ndablegnya ada kegelisahan yang dia rasakan; tentang polah tingkah manusia, kemerosotan moral, dan iman. Juga bumi ini kian lanjut. Seolah dia tahu, bakal banyak bencana menimpa. Catatannya lebih dari 8 buku. Dengan buku kecil ini kita akan membangunkannya dan menemukan kembali catatan-catatan kegelisahan itu sembari mengenang bahwa yang kecil dan lemah sama besarnya di hadapan-Nya. Tidak ada yang abadi memang, Tekadi harus pulang ke rumah-Nya menggenapi apa yang pernah ditulisnya.