Liturgi mensyaratkan iman. Iman memungkinkan kita memahami kenyataan-kenyataan adikodrati yang terkandung dalam tanda-tanda liturgis. Dan iman pula yang, secara lebih umum, membuat kita mampu untuk memahami sepenuhnya bahasa Liturgi yang didasarkan pada Wahyu. Persoalannya, cukupkah "hanya iman"? Tentu saja tidak cukup.
Kunci pemahaman Liturgi secara sehat dan benar, pertama-tama, terletak pada dasar-dasar teologisnya. Semua pengungkapan praktis pastoral-liturgis harus mengalir dari dan memperjelas dasar-dasar teologis itu, yakni misteri-misteri yang diimani.
Buku "Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja" ini menghantarkan kita pada pemahaman yang demikian. Penerapannya dimulai dari Kitab Suci, menuju Teologi Liturgi termasuk sejarahnya, sampai ke Liturgi sebagai ibadat.