Di antara deretan karya Vidiadhar Surajprasad Naipaul, nobelis sastra 2001, Sepetak Rumah untuk Tuan Biswas disebut-sebut sebagai karya masterpiece atau magnum opus-nya. Novel tebal ini ditulis pada 1961 yang berkisah tentang sepenggalan hidup manusia yang tragis dan penuh olok-olok yang satire. Mengambil wilayah cerita di Trinidad, Naipaul mengisahkan perjalanan hidup anak manusia beserta tindak-tanduknya di tengah kegagapan budaya Dunia Ketiga di negeri pascakolonial.

Tidak sekadar novel biasa, Sepetak Rumah untuk Tuan Biswas merupakan novel autobiografi keluarga penulisnya sendiri. Protagonis dalam novel ini, Mohun Biswas, yang dari sejak lahir hingga besarnya digambarkan sebagai manusia yang selalu sial, bercita-cita kuat untuk mempunyai rumah sendiri. Bagi Biswas, rumah tidak sekadar tempat berteduh dari sengatan matahari dan rembesan hujan, tapi merupakan sabuk pengaman bagi kehidupan eksistensinya. Ia tidak tahan hidup dalam keriuhan Rumah Hanuman tempat berkumpulnya semua keluarga sebagaimana tradisi Timur. Dengan memiliki rumah sendiri, ia berharap bisa terbebas dari ranah asal yang sangat bising dan
hiruk-pikuk itu. Hanya soal ingin memiliki rumah inilah, novel ini mengungkapkan secara naratif dan detail pelbagai renik budaya dan watak manusia rantau (outsider) untuk mempertahankan sekuat-kuatnya bantalan identitasnya dengan pelbagai penciptaan sabuk pengaman.

Tak pelak, Sepetak Rumah untuk Tuan Biswas menjadi salah satu novel realis murni abad 20 yang memperlihatkan secara jernih miniatur kehidupan manusia-manusia Dunia Ketiga, juga mistik-mistik suci Timur yang semakin pudar, di tanah pascakolonial.