Image of Soedirman: Seorang Panglima, Seorang Martir

Text

Soedirman: Seorang Panglima, Seorang Martir



“Yang sakit itu Soedirman, tapi Panglima Besar tidak pernah sakit.” Pagi itu, 19 Desember 1948, Panglima Besar bangkit dan memutuskan memimpin pasukan keluar dari Yogyakarta, mengkonsolidasikan tentara, dan mempertahankan Republik dengan bergerilya.
Panglima Besar sudah terikat sumpah: haram menyerah bagi tentara. Karena ikrar inilah Soedirman menolak bujukan Sukarno untuk berdiam di Yogyakarta. Dengan separuh paru-paru, ia memimpin gerilya. Selama delapan bulan, dengan ditandu, ia keluar-masuk hutan.
Di medan gerilya, Panglima Besar dipercaya bisa bersembunyi dari kejaran Belanda. Mampu menyembuhkan orang sakit dan—konon—menjatuhkan pesawat terbang dengan meniupkan bubuk merica. Aktivis Hizbul Wathan, mantan guru, dan peletak dasar kultur TNI yang ironisnya dulu sempat berkata, ”Saya cacat, tak layak masuk tentara.” Dialah Soedirman: panglima, martir.


Ketersediaan

I34149-C1I34149My LibraryTersedia

Informasi Detail

Judul Seri
Seri Buku Tempo: Tokoh Militer
No. Panggil
I34149
Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) : Jakarta.,
Deskripsi Fisik
16 x 23 cm / 160 pg
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
9786026208446
Klasifikasi
923.5 / ZUL / s
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subjek
Info Detail Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab

Versi lain/terkait

Tidak tersedia versi lain




Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaDetail XMLKutip ini