Pada masa sebelum kemerdekaan, Indonesia merupakan salah satu negara “terkemuka” di dunia sebab mampu menguasai perdagangan kopra di pasar Internasional. Dalam perkembangan selanjutnya ternyata peranan komoditi kelapa tersebut semakin mengecil, dikarenakan laju pertumbuhan penduduk, peningkatan konsumsi kopra dan konsumsi minyak kelapa dalam negeri dan luar negeri tidak seimbang dengan laju pertumbuhan produksi kelapa dalam negeri.
Bagi keluarga tani, sumbangan komoditi kelapa di dalam pendapatan usaha taninya dapat dikatakan sangat berarti terutama bagi petani yang lahan usaha taninya sempit. Semakin sempit areal pemilikan lahan mereka maka semakin tinggi penyerapan tenaga kerja di atas tanah tersebut, dan semakin tinggi pula ketergantungan mereka kepada pendapatan yang berasal dari komoditi kelapa. Ini berarti bahwa kelapa telah memberikan kesejahteraan bagi para keluarganya. Tetapi ternyata permasalahannya tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Sebab, tinggi rendahnya sumbangan pendapatan dari komoditi kelapa sangat dibutuhkan oleh “sistem” pemasaran produk kelapa yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia. Sampai sekarang praktek sistem “ijon” dalam pemasaran produk kelapa masih melandasi sebagian besar daerah penghasilan kelapa Indonesia.
Dari sinilah kemudian muncul beberapa masalah yang dihadapi oleh keluarga tani kelapa yang antara lain meliputi pendapatan keluarga, modal, kerja, pembayaran kredit, dll. Masalah yang tidak kalah pentingnya ialah, bahwa peningkatan produksi kelapa menghadapi kendala sebagai berikut: penguasaan tanah sempit, pemilikan pohon kelapa yang renda pada sebagian besar petani dan masih banyak tanaman kelapa rakyat yang telah berumur tua.