Ketika banyak orang hidup untuk mengutamakan kepentingan diri sendiri, Yesus justru mengajarkan hidup bagi sesama, utamanya mereka yang lemah. Ketika banyak orang mencari segala upaya untuk memperkaya diri, bahkan dengan mengorbankan hidup orang lain, Yesus justru memberikan teladan mengorbankan diri seutuhnya demi kesejahteraan dan keselamatan 'yang lain'. Pemberian diri sampai tuntas ini ditunjukkan-Nya dengan pernyataan: 'Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu adalah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." (Yoh 6:51)
Buku Iman yang Terlibat: Memaknai Lagi Imitatio Christi ini menggarisbawahi kembali identitas Gereja sebagai paguyuban murid-murid Yesus Kristus yang seperti Gurunya, diharapkan untuk menjadi 'terang bangsa-bangsa' (lumen gentium) dan sumber 'kegembiraan dan harapan' (gaudium et spes) bagi dunia. Gereja adalah komunitas beriman yang dibentuk untuk terlibat dalam perkara-perkara dunia. Maksudnya, keterlibatan yang intens untuk membangun peradaban yang lebih manusiawi, yang mengarahkan dunia ini agar menjadi 'dunia bersama' (shared world, oikumene),di mana setiap orang merasa sebagai saudara, suatu dunia yang dijiwai oleh cinta yang mengatasi kepentingan diri sendiri, kelompok dan batas-batas sempit 'nasionalisme kesukuan' maupun nasionalisme negara-bangsa. Bukankah cinta itu humanis, sangat manusiawi? Bukankah cinta itu ekumenis, menyambut dan merangkul 'yang lain' dalam kehangatan persaudaraan ilahi?