Siapa bilang keheningan selalu identik dengan tanpa kata? Siapa bilang keheningan itu nirdaya? Siapa bilang keheningan itu tidak punya suara? Keheningan tidak selamanya demikian.itu Cuma pendapat segelintir orang yang digeneralisasi agar terkesan fakta. Nyatanya, keheningan dapat berbicara dengan kata. Keheningan berkelimpahan daya. Keheningan mampu berdendang ria. Dari balik penjara Scheveningen Beato Titus Brandsma mengalami keheningan sungguh membahagiakan dan menguatkannya. Ia menulis: “Keheningan yang membahagiakan! Saya sungguh sudah siap dalam kamar yang sempit ini. Saya tidak bosan sama sekali, malah sebaliknya saya sendirian, tetapi saya belum pernah merasakan Tuhanku demikian dekat. Saya bisa bersuara kegirangan karena Dia telah mengijinkan saya menemukan-Nya kembali seluruhnya, tanpa saya harus pergi bertemu dengan banyak orang. Kini Dialah satu-satunya pengungsianku, saya merasa aman dan bahagia. Saya akan tinggal di sini selamanya, jika Dia berkenan. Jarang saya merasa bahagia seperti saat ini” Keheningan itu innosens. Jika begitu adanya, suatu pertanyaan centil bakal menyusul kemudian, “Kapan keheningan tampil demikian?”
Keheningan itu innosens. Ia tidak asal-asalan hadir sekedar memenuhi tuntutan sensasi. Ia hanya akan berkata asalkan ada kalbu yang mengajaknya bicara. Ia hanya akan berdaya andai ada jiwa yang menaruh harapan padanya. Apa yang dituangkan dalam karya “ANTARA AKU, DIA DAN TUHAN” ini adalah cara praktis dan sederhana dari Thomas Merton dan opa Inno membahasakan refleksi mereka tentang sabda dan kehendak Tuhan yang telah mereka temukan dalam hidup ini.