Tulisan ini merupakan hasil studi lapangan yang bersentuhan langsung dengan pelaku dan korban kekerasan atas nama agama dan berbagai pembacaan atas literatur-literatur yang berkaitan dengan konflik-konflik keagamaan dan wacana pluralisme agam di Indonesia, khususnya di masyarakat Jember.
Dengan memakai perspektif psikologi agama dan analitika bahasa, penulis buku ini sampai pada penemuan bahwa konflik-konflik keagamaan dari pemeluknya yang sebatas pada formalitas, tidak sampai pada internalisasi (penghayatan) akan nilai-nilai hakiki keagamaan yang menjadi spirit bagi pemeluknya untuk selalu menjalankan firman-firman Tuhan.
Akibatnya, masyarakat dengan kesadaran keagamaan serupa itu cenderung menjadikan agamanya sebatas penyaring sekaligus label untuk membagi manusia ke dalam golongan yang benar dan golongan yang keliru (sesat). Tentu saja hal itu disertai dengan keyakinan bahwa golongan mereka sendirilah yang benar. Dan sebagai lanjutannya, mereka terdorong untuk menyeragamkan keyakinan keagamaan orang lain sebagai misi suci.