Berabad-abad lamanya Augustinus mewarnai ajaran Gereja Kristen di Barat. Pikiran-pikirannya telah mendasari bangunan teologi Barat, terutama, dalam hubungannya dengan ajaran bapa-bapa Gereja. Tetapi ketika membaca kutipan-kutipan Augustinus sendiri dengan jernih dan saksama, kita akan menemui sosok manusia yang sangat menghargai persahabatan. Kita bertemu dengan seorang yang tulus dan pemimpin yang tekun, yang rindu akan Allah semata namun tidak melupakan sesama. Melalui tulisan-tulisannya kita dapat melihat dengan jelas bagaimana Augustinus sebagai uskup yang diterima dan dicintai umatnya hidup dengan cara yang sangat tulus dan teguh dalam iman, harapan, dan kasih kepada Gereja.
Dalam buku ini penulis ingin memperlihatkan bagaimana ia bergaul akrab dengan karya-karya Augustinus. Buku ini bagaikan sebuah sketsa perjalanan penulis memasuki alam pikiran Augustinus, namun sekaligus juga menjelaskan spiritualitas penulisnya sendiri.
Dari naskah-naskah terpilih itu memunculkan empat pertanyaan pokok:
1. Apa arti penyelamatan pribadi bagi saya?
2. Bagaimana saya sebagai orang beriman berada di dunia ini? Artinya: Berada di dunia tetapi bukan dari dunia?
3. Apakah masyarakat memiliki nilai pada dirinya sendiri? Dari mana nilai itu muncul?
4. Bagaimana reaksi saya bila karena visi Augustinus yang menekankan pada kebebasan akan persatuan, tetapi sekaligus di masa ini, masa pasca-modern, menangkap suara-suara persatuan yang dianggap sebagai suatu kekerasan hakiki?