Image of Horeluya

Text

Horeluya



Suara Lin, gadis kecil, seperti menggigil. Pengambilan cairan di sumsum tulang belakang, memang tak tertahankan. Itu yang harus dijalani, dan bukan hanya satu kali. Eca, ibunya, yang membawanya dalam doa di gereja tua, di mana ada patung Bunda Maria, malah diberitakan memuja berhala. Doa rutin tak mempunyai getar dalam batin. “Kita sudah berdoa beberapa kali, Tuhan Yesus pastilah sudah mendengar.” Dan belum juga ada jalan keluar, belum ada pemberi donor darah jenis rhesus negatif. Kokro, ayah Lin, masih ingin mempunyai kepercayaan seperti istrinya, namun juga merasa kering dan gelap. Ia dan adiknya pernah mengalami kepedihan yang mematikan, tapi kini merasa gamang.
Segala upaya kemanusiaan, juga segala doa, berlomba dengan usia Lin yang diramalkan secara medis hanya bertahan beberapa bulan. Keinginan Lin terakhir adalah bisa merayakan Natal---sebelum waktunya, karena usianya tak mencapai bulan Desember---dengan turunnya salju. Sesuatu yang sama mustahilnya, karena di desa itu yang turun adalah hujan, dan tak ada gua atau pesta.
Apakah salah Lin menghendaki ada salju, karena itu kisah yang didengar selama ini? Apakah lebih menyakitkan ketika ada pendonor yang di saat menentukan juga memerlukan donor? Apakah jawaban mau Lin berarti ketulusan, juga kepasrahan, bentuk lain doa?
Berbagai pertanyaan, tak perlu jawaban pasti, ketika hati masih bisa bernyanyi bersama rumput, bersama bunga, karena Tuhan sumber “gembiraku”. Ketika itulah teriakan hore menjadi pujian, juga kegembiraan.


Ketersediaan

I16803-C1I16803My LibraryTersedia

Informasi Detail

Judul Seri
-
No. Panggil
I16803
Penerbit Gramedia Pustaka Utama PT. : Jakarta.,
Deskripsi Fisik
13,5 x 20 cm / 236 pg
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
9789792236453
Klasifikasi
899.221 / ATM / h
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subjek
Info Detail Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab

Versi lain/terkait

Tidak tersedia versi lain




Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaDetail XMLKutip ini