Gunawan Budi Susanto memasang satu perspektif berdasar teks karya Ranggawarsita (III) dalam Kalatidha: Zaman edan telah datang Akal budi telah hilang/ Ikut edan tidak tahan/ Jika tidak ikut edan/ Tidak bakal kebagian/ Akhirnya kelaparan/ Namun karena kuasa Tuhan/ Semujur-mujur orang lupa/ Masih lebih mujur orang yang sadar dan waspada.
Dalam artikel "Ngedan, Edan-edanan pada Zaman Edan" (yang kemudian diambil sebagai judul buku ini)— Gunawan mencoba menjelaskan pengertian Edan, Ngedan, Edan-edanan, dan Zaman Edan yang ia maksud. Tentang zaman edan, Ia menulis: Inikah zaman edan yang digambarkan sang pujangga Ranggawarsita? Zaman ketika segala nilai kemanusiaan dijungkirbalikan? Dan, Indonesia, rumah sakit jiwa raksasakah negeri pusaka, tanah air beta ini? Pertanyaan kepada kebenaran teks berbau ramalan tersebut lalu membawa perenungan ke segala arah.
Jika tafsir teks tersebut membawa alternatif pertahanan mental: eling lawan waspada, Gunawan justru bermain dengan mengajukan opsi pragmatis ala manajemen kontemporer: if you can’t beat them, join them. Jika tak mampu melawan saat diperkosa, nikmatilah! Maka munculah kemudian wacana "ngedan" yang diambil dari beberapa fenomena yang ditemui lewat pengalaman sehari-harinya (Komunitas Samin, Pakde Mitro, dan lain-lain). Wacana ngedan ia garis bawahi sebagai wujud perlawanan tanpa kekerasan terhadap zaman edan. Ngedan, sebagai bentuk peniadaan diri yang pada akhir tulisannya berubah menjadi provokasi untuk: saiyeg saeka kapti ngedan nglawan wong edan...