Detail Cantuman
Pencarian SpesifikText
Imamat Menurut Santo Yohanes Krisostomus (Tinjauan Atas Buku On The Priesthood)
Para Bapa Konsili Vatikan II mengemukakan enam perubahan masyarakat yang saling berkaitan. Pertama, masyarakat mengalami perubahan sosial mendalam (GS 5). Manusia mengedepankan kemampuan akal budi untuk mengatur pola-pola masyarakat. Mereka memandang dunia bukan sebagai situasi bersifat statis tetapi dinamis. Kedua, perubahan-perubahan dalam tata masyarakat (GS 6). Pola masyarakat industri berkembang pesat, yang juga memicu perkembangan urbanisasi. Selain itu manusia semakin mampu menjalin relasi-relasi baru yang tidak selalu mendukung pendewasaan pribadi.
Ketiga, perubahan-perubahan psikologis, moral dan keagamaan (GS 7). Masyarakat terutama kaum muda mengalami perubahan pandangan tentang nilai-nilai tradisional. Orang dan para pendidik mengalami kesulitan menangani mereka. Selain itu masyarakat juga cenderung mengabaikan hidup religius, sehingga mereka mengalami kekacauan batin mendalam. Keempat, berbagai ketidakseimbangan dalam dunia sekarang (GS 8). Masyarakat mengalami ketidakseimbangan antara hal praktis dan teoretis, sebab mereka tidak mampu menguasai seluruh ilmu pengetahuan. Selain itu, masyarakat juga mengalami ketidakseimbangan antara hal praktis dengan tuntutan suara hati yang memicu penyelewengan hak-hak asasi manusia. Kelima, aspirasi-aspirasi umat manusia makin universal (GS 9). Manusia menuntut hak hidup sebagai warga Negara. Mereka menyadari peran aktif untuk mengembangkan masyarakat. Keenam, pertanyaan-pertanyaan mendalam umat manusia (GS l0). Manusia berusaha mencari makna hidup di tengah penderitaan dan ketidakpastian.
Situasi masyarakat tersebut menuntut kualitas unggul dalam diri seorang Imam. Yohanes Krisostomus telah menyadari aspek ini dan telah merefleksikan secara jenius dalam buku berjudul On the Priesthood. Ia mengatakan bahwa Imamat itu memiliki aspek Ilahi dan manusiawi. Sebagai suatu pelayanan Ilahi, Imamat merupakan bukti cinta, agung dan suci. Tetapi Imamat juga memiliki kesulitan besar seperti dosa tantangan dan godaan. Berdasarkan kedua aspek tersebut, Yohanes Krisostomus menekankan urgensi kualitas intelektual dan keutamaan rohani dalam diri seorang Imam di tengah dunia. Ia mengatakan bahwa seorang Imam harus memiliki kefasihan berbicara, pengetahuan, integritas hidup, semangat kerja dan belajar, pewarta kehati-hatian, kemurnian jiwa dan kemampuan beradaptasi dengan masyarakat.
Gagasan teologis Yohanes Krisostomus tersebut memiliki relevansi konkret dengan pembinaan paru calon Imam dewasa ini. Gagasan tersebut mengungkapkan suatu kesimpulan bahwa pembinaan calon Imam harus mencakup seluruh aspek hidup baik manusiawi maupun rohani. Gagasan tersebut sejalan dengan ajaran Gereja dewasa ini (bdk. OT 3). Dengan demikian, gagasan teologis Yohanes Krisostomus memiliki relevansi konkret dengan pembinaan para calon Imam dewasa ini.
Ketersediaan
I32700-C1 | I32700 | My Library | Tersedia |
Informasi Detail
Judul Seri |
Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Strata Satu Filsafat Teologi
|
---|---|
No. Panggil |
I32700
|
Penerbit | Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana : Malang., 2013 |
Deskripsi Fisik |
108 p., 28 cm
|
Bahasa |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Klasifikasi |
Carmel, III No.60/193
|
Tipe Isi |
-
|
Tipe Media |
-
|
---|---|
Tipe Pembawa |
-
|
Edisi |
-
|
Subjek | |
Info Detail Spesifik |
-
|
Pernyataan Tanggungjawab |
-
|
Versi lain/terkait
Tidak tersedia versi lain