Dalam buku ini Romo Albert Herwanta mencatat dengan indah pengalamannya “berbagi” waktu, cerita, rejeki dengan teman-teman, termasuk berbagi dengan dua penyemir sepatu di sebuah restoran sederhana dekat bandara.
Setelah empat jilid buku mutiara – dan 25 tahun hidup menjadi Imam Karmelit, Romo Albert menjadi seorang paderi yang akrab melalui tulisan-tulisannya. Perjalanan fisiknya semakin jauh, semakin penuh warna, tetapi pada saat yang sama juga semakin sederhana. Hal ini dimungkinkan karena, meskipun secara fisik setiap manusia menjadi semakin tua, jiwa dan semangatnya tetap saja muda. Dari mutiara Romo Albert, kita tidak hanya mendapatkan semangat yang muda itu, tetapi juga kegembiraan yang besar. Rupanya, rasa syukur yang mendalam telah membuat setiap pengalamannya bernilai ganda. Ia semakin menghayati kodratnya sebagai makhluk yang senantiasa harus berbagi dengan sesamanya.