Buku ini lahir dari sebuah kegelisahan tanpa bermaksud menghakimi, orang di zaman ini lebih mudah dan lebih senang memberi perhatian pada layar telepon genggam atau perantinya (gadget) ketimbang orang yang ada di hadapannya. Kegelisahan ini merupakan cuplikan salah satu kisah perjumpaan pribadi dengan banyak orang muda yang tak hanya terjadi sekali. Terdorong oleh kegelisahan inilah, saya merasa ditarik untuk mencari jawaban yang layak dan memadai atas gejala sosial yang menjangkit dunia orang zaman ini.
Jawaban atas kegelisahan ini coba dituangkan dalam suatu penulisan akademik tahap akhir di STF Driyarkara, Jakarta. Maka, buku ini memang pertama-tama lahir dari suatu proses penulisan akademik yang selanjutnya dirasa perlu untuk dipublikasikan, diceritakan, dan selanjutnya direfleksikan bersama.
Buku ini menjadi wujud jerih lelah dalam studi yang saya persembahkan bagi Serikat Yesus yang saya cintai; Serikat yang senantiasa mendidik dan mengajari saya untuk terus bertumbuh menjadi Jesuit yang dijiwai Latihan Rohani.


“Tanpa refleksi yang memadai atas peran teknologi dalam dunia kehidupan, sangat boleh jadi kita akan membiarkan diri dibentuk oleh kekuatan-kekuatan teknologi yang sesungguhnya menyembunyikan kekuatan-kekuatan kapital. Tanpa menyediakan waktu yang cukup untuk memikirkan corak teknologi kontemporer, jangan-jangan kita tergelincir. Kita menjadi apa yang semula kita lahirkan sebagai sarana. Teknologi bukan sekadar perkara baik atau buruk, akan kita terima atau kita tolak. Teknologi membawa ambiguitas di dalam dirinya. Tidak ada arah tunggal dalam kemajuan teknologi. Dari corak mendua teknologi itulah Melky memberanikan diri untuk mengajak kita memeluk teknologi dengan sikap lepas bebas.” - Karlina Supelli