Kita mengenal banyak misionaris dari Eropa sampai beberapa puluh tahun yang lalu. Mereka dengan giat dan bersemangat mewartakan karya keselamatan Allah. Banyak orang sudah dibaptis. Memang pada dasarnya semua pengikut Kristus harus bersifat misioner, menjadi pewarta dan utusan untuk menyampaikan Kabar Baik (Injil) karya keselamatan Allah itu. Selanjutnya muncul istilah “evangelisasi“, mewanakan Injil kepada bangsa- bangsa, dengan nilai-nilai kemanusiaannya. Evangelisasi diarahkan untuk meningkatkan martabat manusia, menjamin hak-hak azasi dan kebebasannya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan lain-lain.
Manusia dalam masyarakatnya tentu hidup dalam suatu budaya dengan adat-istiadat, bahasa, dan unsur-unsur lainnya. Maka para utusan (misionaris) yang melaksanakan tugas pewartaan Injil (berevangelisasi) perlulah memperhatikan unsur-unsur budaya setiap masyarakat dan bangsanya. Usaha untuk mengakarkan nilai-nilai Injil dalam suatu budaya itulah yang disebut inkulturasi. Segi-segi budaya yang baik, luhur dan mulia bisa memperkaya nilai-nilai Injil, dan nilai-nilai Injil juga bisa bersifat kritis atas unsur-unsur budaya yang ada dalam suku, masyarakat, dan bangsa.
Sepanjang sejarahnya, Gereja tak pernah lepas dari pergumulan dengan budaya, dan telah menjadi nyata bahwa ada pengaruh yang besar dari budaya kepada Gereja dan sebaliknya. Uraian buku ini memberikan pemaparan yang diharapkan bisa memberi wawasan yang memadai untuk memahami hidup menggereja seperti yang dihidupi sekarang ini.