Belakangan ini, bicara soal Jogja tanpa menyebut gempa, ibarat Jogja tanpa gudheg, andhong, atau becak. Setelah gempa bumi 27 Mei 2006, masyarakat Jogja mulai sadar bahwa mereka hidup atas tanah yang mudah bergoyang karena faktor geologi. Dumeh tanah mudah bergoyang, bukan berarti masyarakat Jogja gampang digoyang. Bicara soal tanah bergoyang yang disebut lindhu, tidak menarik tanpa menyebut dampak sosialnya. Nah, mumpung di Jogja lama tak gempa, adalah saat yang tepat untuk menengok ke belakang, napaktilas persoalan sosial yang muncul akibat guncangan tanah berkekuatan 5,9 Skala Richter itu. Jadwal gempa tak bisa ditebak, maka gempa juga tidak bisa dicegah. Yang seharusnya dicegah adalah bencana sosial yang dialami masyarakat korban bencana agar masyarakat korban bencana agar tak terulang kembali.